Wednesday, June 2, 2010

Keterkaitan Al-Qur'an Dengan Disiplin Ilmu Lain

Keterkaitan Al-Qur'an Dengan Disiplin Ilmu Lain

Adalah anggapan yang keliru kalau firman Allah “Al-Qur’an dapat menyingkap segala sesuatu” dijadikan dalih untuk menafikan disiplin ilmu yang lain, seperti Hadis, bahasa, Fikih, Tafsir, Tauhid atau yang lain, karena al-Qur’an tersebut kandungannya terbentuk seperti kaidah-kaidah umum, ini tidaklah mengurangi kesakralan al-Quran, malah justru sebaliknya, artinya karena inilah akhirnya al-Qur’an tetap relevan sepanjang masa.

Di samping itu Rasulullah tidak hanya diperintah untuk menyampaikan saja, bahkan juga untuk menjelaskan kandungannya, penjelasan ini hanya dapat dilalui dengan dengan Sunnah Rasul. Maka untuk pertama kali bagi orang yang mau memahami al-Qur’an tidak boleh menafikan Sunnah Rasul, karena keduanya punya hubungan yang sangat erat antara menjelaskan dan memperinci, atau dengan bahasa lain saling menyempurnakan(Alaqah Takamul).

Rasulullah sebagai Mubayyin terhadap al-Qur’an pada saat itu tidaklah menjelaskan isi kandungan al-Qur’an secara keseluruhan, cukup hal-hal yang asing(Gharib) dikalangan para sahabat, seperti lafal “al-Dzulmu” yang diartikan dengan “syirik”, karena disamping al-Qur’an turun dengan bahasa mereka(orang Quraisy), mereka juga punya kecerdasan yang perlu diperhitungkan, kehidupan mereka pada saat itu juga tidak terlalu kompleks seperti sekarang.

Pada awal-awal masa sahabat juga tidak ada hal-hal yang memaksa mereka untuk menjelaskan kandungan al-Qur’an secara menyeluruh, karena kandungan isi al-Qur’an sudah ada dalam diri mereka masing-masing, disamping itu juga islam masih belum tersebar disetiap penjuru dunia, baru setelah terjadi penaklukkan besar-besaran dan orang-orang non muslim banyak yang memeluk islam, dari berbagai etnis, jenis akhirnya mereka terpaksa untuk menjelaskan al-Qur’an secara menyeluruh tanpa menafikan satupun dari ayat-ayat al-Qur’an. Tapi semua ini masih dari mulut kemulut. Apa yang dilakukan para Sahabat ini(Tabyinul Quran) dalam istilah dikenal dengan Ilmu Tafsir, karena itu untuk yang kedua kali bagi siapa saja yang ingin memahami al-Qur’an maka janganlah menafikan keberadaanTafsir. Baru dalam perkembangannya yaitu di masa Umayah Ilmu Tafsir dibukukan.

Al-Qur’an dengan Bahasa Arab tersebut juga tidaklah menjamin sepenuhnya mereka orang-orang Arab untuk memahami al-Quran secara benar. Diceratikan bahwa pada masa Umar Bin Khattab ada seseorang membaca firman Allah إن الله برئ من المشركين ورسوله dengan membaca kasrah lafal “ورسوله “, akhirnya berita itu sampai pada beliau, kemudian beliau membenarkan bahwa kalimat di atas bacaannya tidak seperti itu, artinya harus dibaca dhommah. Setelah itu Sy. Umar memerintahkan agar orang-orang yang mau membacakan al-Qur’an terlebih dahulu harus memahami bahasa. Maka dari itu untuk yang ketiga kalinya penulis katakana bahwa orang yang ingin memahami al-qur’an dengan benar jangan sampai menafikan keberadaan bahasa, yang dalam hal ini mencakup Ilmu Nahwu, Sharraf, Balaghah DLL.

Sebagaimana yang telah penulis jelaskan di atas bahwa pada masa-masa penaklukkan banyak sekali orang-orang non muslim yang memeluk Islam dari berbagai etnis dan jenis, dari Jazirah Arab atau non Arab. Di antara mereka banyak yang dari kalangan pendeta, banyak juga yang tidak sepenuhnya ingin memeluk Islam bahkan untuk menabur keraguan dikalangan Umat Islam sendiri, ini terbukti mereka banyak memasukkan riwayat-riwayat Isra’ilyat terhadap al-Qur’an yang sebagiannya dapat merusak akidah Umat Islam sendiri, di samping itu Umat Islam juga berada ditengah-tengah Umat yang lain, karena biar Islam menguasai satu Negara, Islam tidaklah memaksa penduduk Negara tersebut untuk memeluk Agama Islam. Islam juga menjamin keamanan mereka. Karena itu akhirnya banyak terjadi pergulatan antar tokoh Islam dengan non muslim, terutama dalam hal Akidah. Hal ini memaksa mereka para cendikiawan Muslim untuk meletakkan fan baru yang sekarang dikenal dengan istilah Ilmu Tauhid, apalagi setelah kubu Islam terdapat perpecahan yang juga sampai pada hal yang terkait dengan Akidah.

Sebagai kesimpulan penulis mau menyebutkan sebagian ungkapan para ulama bahwa disiplin ilmu seperti Fikih, Tauhid, Nahwu DLL, sangat membantu untuk memahami al-Qur’an, apalagi untuk orang-orang sekarang. Artinya bila kita ingin tahu hukum-hukum yang terkandung dalam ayat al-Qur’an maka, Fikih adalah sebagai pengantar kita kesana, bila kita ingin mengetahu Akidah yang terkandung dalam al-Qur’an maka, Ilmu Tauhid adalah sebagai pengantar, dan seterusnya. Jadi antara antara al-Qur’an dengan disiplin ilmu-ilmu di atas ada keterkaitan yang tidak jauh beda antara keterkaitan Sunnah dengan al-Qur’an, kalau dalam bahasa Ilmu Mantiq “Nisbat disiplin ilmu-ilmu di atas dengan al-Qur’an adalah “Tawafuq””. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

by. Shanhaji

Bukanlah Sebuah Kadrat Perempuan Bagikan

Bukanlah Sebuah Kadrat Perempuan
الرجال قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم (النساء 34) الأية

Selintas ayat di atas membicarakan posisi laki-laki bahwa mereka lebih unggul dari pada perempuan. Hal ini dikarenakan dua faktor pertama, wahbi (pemberian langsung dari Allah) yaitu akal dan pengethuan. Kedua, materi, yaitu nafkah yang menjadi tanggung jawab kaum laki-laki.

Akan tetapi ayat di atas tidaklah mengindikasikan sebuah kadrat kalau perempuan itu di bawah laki-laki. Ayat ini tidak mengindikasikan kerendahan posisi perempuan. Ayat ini juga tidak mengajak agar perempuan selalu berfikir pesimis di hadapan laki-laki, malah justru sebaliknya.

Karena itu tidak mungkin bagi yang berakal akan mengatakan bahwa perempuan secara kadrat adalah di bawah laki-laki dari sisi akal dan kemampuan, kenyataanlah yang membuktikan. Satu bukti adalah Siti A’isyah RA, istri Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah mufti perempuan nomor satu yang menjadi rujukan para sahabat pada saat itu dan masih banyak yang lain.

Perktaan ini tidaklah bertentangan dengan ayat di atas, karena ayat tersebut hanya membicarakan kenyataan di lapangan bahwa kaum laki-laki terlihat lebih unggul dari mereka, itupun tinjauannya secara mayoritas bukan peindividu, karena akal tak akan membenarkan itu begitu juga kenyataan.

Islam juga tidak membeda-bedakan antara perempuan dan laki-laki, mereka punya hak yang sama, kebebasan yang sama, selagi itu tidak bertentangan dengan fitrah penciptaannya. Mungkin munkin nurani kita akan menolak kalau perempuan melakukan hal-hal yang menyalahi kadratnya sebagai seorang perempuan, misalnya menjadi petinju.

Karena itu menurut yang dipaham penulis ayat di atas malah justru memberi dorongan besar agar perempuan bangkit mencari peluang yang telah didapatkan laki-laki begitu juga berusaha mendapatkannya, karena perempuan adalah ibu rumah tangga yang punya peran besar dalam Islam. Mungkin Rasulullahlah bukti utamanya. Sepanjang kehidupannya beliau selalu dikelilingi perempuan-perempuan baik dan mulia, mulai dari yang merawat, menyusui dan yang mendukungnya, seperti Halimatu al-Sa’diyah, Ummu Aiman dan Siti Khadijah dan masih banyak yang lain. Wallahu a’lam Bi al-Shawab.




Mutadabbir ayatil Qur'an : by sho

Sunday, October 25, 2009

MASLAHAH MURSALAH


Pada dasarnya hukum syara' itu disyari'atkan untuk mewujudkan maslahah terhadap seorang hamba, baik di dunia atau akhirat, yang teraplikasi dalam tiga bentuk, pertama, Dhoruriyat yang mencakup penjagaan terhadap agama, jiwa, harta, akal, keturunan dan harga diri. Kedua, Hajiyat dan yang ketiga adalah Tahsiniyat. Tiga hal di atas diberi nama “Maqasidu al-Syara’”.

Terkait dengan Maslahah yang memotori wujudnya hukum syari’at ulama’ mengatakan bahwa maslahah itu akan terus berkembang sepanjang dunia ini masih ada, maslahah itu juga berbeda-beda meninjau kultur atau budaya yang juga berbeda-beda. Namun dari sekian maslahah yang ada dan keberagamannya, ulama' membaginya dalam dua bagian, pertama, Maslahah Mu'tabarah, yaitu maslahah yang untuk mewujudkannya syare' mensyari'atkan hukum tertentu, seperti pengharaman minum khamer, untuk mewujudkan maslahah tertentu, yaitu menjaga akal. Atau maslahah yang dianggap oleh syare' sebagai illat dari hukum tertentu sebagaimana contoh diatas. Kedua, Maslahah yang untuk mewujudkannya syare' tidak menciptakan sebuah hukum, atau maslahah yang tidak ada ketentuan dari syara' apakah pantas menjadi illat sebuah hukum atau tidak, seperti pensyari'atan surat bukti dari KUA untuk menetapkan setatus suami istri. Maslahah dengan model ini diberi nama "Maslahah Mursalah".

Maslahah Mursalah Sebagai Hukum Syara'

Kebanyakan ulama' mengatakan bahwa Maslahah Mursalah adalah Hujjah Syar'iyah yang dibangun untuk mewujudkan hukum syari'at sebagai langkah alternatif ketika dalam satu permasalahan tidak ada penegasan dalil baik dari Nash, Ijma', Qiyas, dan Istihsan, meninjau adanya maslahah yang menuntut tanpa harus menunggu apakah maslahah tersebut dianggap atau tidak.

Ada dua alasan sebagai argumentasi kenapa mereka menjadikan Maslahah Mursalah sebagai salah satu dalil syara'. Pertaman, berdasarkan dzatiyah maslahah itu sendiri. Mereka berpandangan bahwa maslahah itu tidak akan pernah berhenti bahkan akan terus berkembang meninjau tuntutan zaman yang makin berkembang dan adanya budaya atau kultur yang bereda. Karena itu tidak perlu adanya rekomendasi tertentu yang tergambar secara eksplisit dari syari'at kalau hanya untuk mewujudkan hukum syari'at, yang penting ada maslahah, dan maslahah tersebut tidak harus berbentuk maslahah mu'tabarah sebagaimana yang sudah saya sebutkan diatas. Hal ini sebagai wujud adanya syri'at islam yang selalu sesuai dengan tentutan zaman, karena kalau untuk mewujudkan hukum harus selalu ada maslahah yang berbentuk maslahah yang saya sebutkan diatas, maka syari'at ini nampak kurang memenuhi tuntutan zaman, dan ini tidak cocok dengan adanya islam itu sendiri yang menjadi solusi ummat. Kedua. Bedasarkan penelitian. Artinya kalau kita mau meneliti pensyari'atan hukum dari para ulama', baik para Sahabat, Tabi'in dan para Mujtahid, maka kita akan menemukan bahwa mereka mencetuskan hukum tertentu kebanyakan berdasarkan maslahah secara mutlak, dan untuk mewujudkannya mereka tidak menunggu perekomendasian terlebih dahulu, apakah maslahah itu dianggap atau tidak.

Lihat Sy. Abu Bakar yang mengumpulkan Mushaf menjadi satu, memerangi orang-orang murtad, dan menjadikan Sy. Umar sebagai pengganti beliau. Lihat Sy. Utsman yang mengumpulkan mushaf dalam satu bacaan dan membakar mushaf-mushaf yang lain. Lihat Sy Ali, yang membakar orang-orang sesat dari kalangan Syi'ah dan Rafidhah. Lihat Imam Hanafy yang melarang Mufti yang tidak tau malu untuk berfatwa, dan melarang dokter yang tidak mahir untuk mengobati. Lihat Imam Malik yang memperbolehkan memenjara orang yang disangka perampok atau pencuri atau menta'zirnya agar mereka mau mengakui kesalahannya dan lihat Imam Syafi'ie yang mewajibkan Qishas atas semua Jama'ah yang membunuh satu orang. Ini semua adalah contoh-contoh yang bila kita mau mencermatinya, maka kita akan menemukan bahwa mereka mencetuskan hukum tertentu hanya berdasarkan maslahah, tanpa menunggu apakah maslahah yang dibuat tersebut dianggap atau tidak oleh syara', karena itu Imam Qarafi berkata "Sesungguhnya Sahabat mencetuskan suatu perkara karena adanya tuntutan maslahah secara mutlak". Imam Ibnu Uqail juga mengatakan bahwa politik merupakan sesuatu yang dapat menciptakan kemaslahatan ummat, karena itu harus diterapkan walaupun belum pernah dilegalkan sebelumnya oleh Rasul SAW.

Syarat-Syarat Maslahah Mursalah Sebagai Hujjah.

Pada dasarnya ulama' sangat berhati-hati untuk menjadikan Maslahah Mursalah sebagai dalil syara' karena itu tidak benar kalau maslahah mursalah tersebut dikatakan Tasre' Bil Hawa. Sebagai bukti dari kehati-hatiannya, mereka membatasi maslahah mursalah tersebut sebagai dalil syara' dengan tiga batasan sebagai syarat.

1. Maslahah tersebut harus benar-benar wujud(Maslahah Haqiqiyah Wa laisa Wahmiyah). Artinya dalam mensyari'atan hukum seorang ulama' harus yakin kalausanya maslahah yang dijadikan pegangan mereka benar-benar ada.

2. Maslahahnya adalah maslahah umum, bukan maslahah peribadi. Artinya pensyariatan hukum yang berdasarkan maslahah tersebut tidak hanya dapat dirasakan satu orang, bahkan dirasakan orang secara kebanyakan atau menyeluruh.

3. pensyari'atan hukum yang bedasarkan maslahah tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berdasarkan dengan Nash atau Ijma'. Karena itu tidak sah menyamakan anak laki-laki dengan perempuan dalam warisan walaupun terdapat maslahah, karena ini bertentangan dengan Nash. Contoh lain adalah fatwa yang dilakukan oleh Imam Yahya Bin Yahya, yang mengatakan bahwa raja Andalus pada saat itu yang makan di siang hari Ramadhan karena sengaja tidak wajib Qada' dan Kafarat karena adanya maslahah yang menentut. Fatwa ini adalah fatwa yang tidak bisa dibenarkan karena bertetntangan dangan Nash, walaupun terdapat maslahah.

Dalil pengingkar Maslahah Mursalah.

Ada dua dalil kenapa mereka, sebagian ulama' mengingkari keberadaan Maslahah Mursalah tersebut. Pertama, syar'at itu memang menjaga kemaslahatan manusia namun acuan maslahah tersebut harus kembali pada Nash syari'at atau Qiyas terhdapa Nash. Syare' juga tidak akan membiarkan menusia tanpa guna dan membiarkan maslahah tanpa ada petunjuk darinya, karena itu tidak ada maslahah kecuali sudah ada penyaksian dari syara', dan maslahah yang belum diketahui apakah dianggap atau tidak pada dasarnya itu bukan muslahah(Maslahah Hakikiyah)bahkan termasuk maslahah yang masih diragukan(Maslahah Wahmiyah). Kedua, mensyari'atkan hukum dengan kemutlakan maslahah itu memberi peluang seseorang untuk menghukumi suatu permasalahan dengan hawa nafsu mereka, dari Amir, penguasa dan Mufti, maka mereka akan mereka-reka suatu yang sebenarnya bukan maslahah untuk dijadikan maslahah, karena itu membuka pintu untuk mencetuskan hukum syari'at hanya berdasarkan kemutlakan maslahah itu berarti membuka pintu kejelekan.

Namun sebenarnya kalau kita lebih teliti lagi, maka kita akan mengunggulkan ulama' yang menjadikan Maslahah Mursalah sebagai salah satu dari dalil syara’. Dari dalil yang pertama nampak jelas bahwa mereka pengingkar sebenarnya kurang paham kalau mereka yang pro sangat berhati-berhati untuk menentukan maslahah yang mau mereka jadikan dasar pencetusan hukum, sehingga nantinya hukum yang mereka cetuskan tidak mungkin berdasarkan hawa nafsu mereka. Dan lagi kalau seandainya maslahah mursalah ini tidak boleh untuk dijadikan hukum syari'at, maka hukum syari'at itu akan beku dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman, dan ini tidak sesuai dengan esensi islam itu sendiri, yang menjadi "Solusi Ummat". Wallahu a'lam Bi al-Shawab.


Referensi : Ilmu Ushulil Fiqh Li Abdul Wahhab Khallaf.



Saturday, October 24, 2009

KISAH SEDIH MENUJU MESIR

Hari itu adalah hari besar bagiku. Hari itu aku beri nama “ Hari Musibah “, karena pada hari itu aku tertimpa dua musibah yang tidak mungkin aku lupakan selamanya. Pertama aku tidak besa berangkat ke Mesir bersama teman-teman dari Depak, karena minimnya tempat duduk dipesawat. Sebenarnya ada tempat duduk, satu, tapi husus bagi kariawan dipesawat. Tempat itu diperkenankan untuk aku tempati, hanya saja dengan imbalan tiket sebesar delapan belas juta. Akhirnya pengerus dipondokku membeli tiket lain yang berangkat keesokan harinya setelah keberangkatan teman-teman Depak.

Berangkatlah aku ke Mesir dengan tanpa orang yang mau aku pijaki. Pada saat itu aku seperti orang yang kehilangan singgahan tidak tahu harus kemana dan dibawa kemana. Tapi “Bismillahi al-Rahmanirrahim”, itulah pijakanku pada saat itu, dan keyakinanku pada Allah. Tenanglah hatiku. Allah telah memberikan sebuah kekuatan keyakinan kalau aku pasti akan sampai ke Mesir.

Dipesawat aku rasakan kesendirian, kebingungan, kulihat kedepan tempat dudukku terus menerus. Disana ada dua cewek sedang bercakap-cakap penuh tawa, ria. Lega hatiku, bukan karena aku lihat dua cewek itu cantik, anggun dan manis, karena pada saat itu aku tidak bisa menemukan kecantikan pada diri siapapun, semua bagiku sama, yang cantik bagiku adalah Mesir, tempat awal tujuanku “ Menuntut Ilmu “, tapi karena aku melihat kalau gerak girik cewek itu adalah orang yang satu tujuan denganku, yaitu menuntut ilmu di Mesir.

Aku pingin sekali kanalan sama mereka, tapi aku takut cewek itu punya tanggapan lain akan perkenalanku samanya, disamping itu aku sudah berjanji sebelum aku berangkat ke Mesir untuk menghapus semua nama cewek dalam agendaku. Pada saat aku menimbang-nimbang untung ruginya kenalan sama mereka. Sampailah pada sebuah keputusan, yaitu berkenalan.

Sebelumnya aku masih bingung untuk memulai perkenalan itu. Aku cari berbagai macam cara agar aku tidak terkesan main-main. Sebelum sempat aku mengutarakan perkenalan, salah satu dari cewek itu menoleh kebelakang, tepat sasaran ditempat dudukku, sambil tersenyum, tak terpengaruhlah hatiku pada saat itu. Dia mau meminjam alat pendengar yang kebetulan tidak aku pakai, mau dipakai gimana aku gak tahu cara ngidupin TVnya, gaptek banget aku pada saat itu. Sedikit aku tersenyem aku diriku tersebut.

Tanpa memikirkan itu semua, aku gunakan kesempatan itu untuk berkenalan padanya saraya memperkenalkan diri

“ Ahmad ”Namaku “ Ahmad, embak siapa?

“ Tina “ namaku tina, ( nama samara ) aku dari aceh.

“Ahmad” mau kuliyah Bak?

“Tina” ia

Ahmad “ Kemana ?

‘ Tina “ ke Maroko. Kebetulan memang pada saat itu Depak memberangkatkan siswa yang mau ke Maroko dan ke Mesir. Aku akhiri perkenalan itu dengan sebuah kekecewaan.

Kembali aku merenung murung memikirkan akan nasibku nanti, apakah aku akan sampai atau akan jadi orang jalanan ?.

pesawat mendadak bergetar gak tau kenapa. Ternyata dia mau mendarat. Rupanya aku sudah sampat di Malaisiya. Aku berkata dalam hatiku “Malaisiya kok dekat banget dengan Indonesia”.

Turunlah aku dari pesawat dengan hati berdebar-debar. Ada rasa hawatir menghantuiku, terkait dengan perlengkapan persyaratan pergi keluar negri, baik yang terkait dengan Visa Paspor dan lain sebagainya. Waktu itu aku tereingat kejadian yang menimpa 29 santri Banten yang terlantar di Mesir dan santri-santri lain yang perjalanannya terhenti di Malaisiya, dikarenakan persyaratan yang tidak mereka penuhi.

“Tak seperti biasanya kita masih turun dari Pesawat” terdengarlah kata ini dari sebagian penumpang. “kalau dulu penumpang yang tidak turun di Malaisiya tidak diperkenalkan turun dari pesawat”, kudengar sebaian komentar dari mereka ke yang lain. Tak ambil pusing duduklah aku dikursi yang disediakan di Bandara Malaisiya setengah jam sebelum melanjutkan perjalanan. Kebetulan disampingku ada seorang cewek. Dia Nampak seperti TKW entah mau kerja dimana, tapi yang pasti bukan di Malaisiya. Cewek itu Nampak dewasa sekali. Maklum tampangnya udah agak tua, maksudnya lebih tua dari aku, mungkin sekitar umur tiga pulihan gitu.

Kunikmati perenungan kembali, dengan sedikit ada sesak di dada karena rasa hawatir tadi. Kira-kira lima menit, cewek yang berada disampingku tadi merusak lamunanku. Dia menanyaiku seputar keganjilan trasansit tersebut. dia berkata “Dik kalau dulu kita gak usah teransit disini ( Malaisiyah )”. “Oh gitu Bak” aku menimpalinya. “Mungkin ada pemeriksaan dan mungkin ini lebih diperketat” perempuan tadi melanjutkan pembicaraannya. “iiih menakutkan sekali” aku bergumam.

Ku tarik nafasku panjang-panjang, untuk melenturkan cemas yang makin menggerogoti pikiranku. “Astagfirullah” aku terhentak mendengar panggilan kalausanya semua penumpang harus bersiap-siap untuk meneruskan perjalanannya kembali. Sebelum meneruskan perjalanan petugas diloket Bandara masih memeriksa Tiket dan Paspor. Tobur panjang sekali, tapi Alhamdulillah aku berada dideretan agak depan. Dedepanku ada lima orang, yang kelihatannya sangat tegar, tenang gak seperti aku yang masih terus dek dekan. Sampailah kebagianku. Petugas itu meminta Tiket dan Paspor dengan bahasa inggris, namun aku bisa memahaminya, karena dia sambil menggulurkan tangannya meminta agar aku menyerahkannya. Kebetulan petugasnya perempuan putih, cantik lagi. Tapi tak adalah pengaruh sedikitpun akan kecantikannya. Alhamdulillah aku selamat dari musibah. Berjalanlah aku menuju pesawat kembali. Sepuluh menit kemudian berangkatlah pesawatku.

Kini aku benar-benar sendiri, teman dudukku sudah turun di Malaisiya. Sementara penumpang yang lain ku anggap gak ada, karena aku gak bisa ngomong ma mereka. Tiba-tiba kulihat seorang laki-laki Nampak matanya sipit. Aku kira dia orang cina, menghampiri aku. Ternyata dia mau duduk didekatku. Tanpa ragu keperkenalkan diri. Ternyata dia orang Singapor. Dia bisa berbahasa Inggris Malaisiya dan sedikit bahasa Indonesia. Kini aku sudah punya teman duduk yang bisa untuk diajak bersanda. Dia sungguh baik sekali mengajari aku mengoprasikan TV yang ada didepan pas tempat dudukku. Dia juga yang memintakan makan pada Pramugari. Dia juga yang menerjemahkan setiap tawaran Pramugari tersebut. cantik sekali ku lihat Pramugari itu, tinggi dan putih. Sedikit aku sudah mulai bisa komentar. Ada sedikit ketenangan. Tapi apalah arti semua itu. Pramugari emang cantik-cantik. “Ya kelasnya internasional sich” aku bergumam dalam hatiku. “Ya gak mungkinlah orang-orang rumahku diterima jadi Pramugari” Ku komerntar sendiri mengenahi keberadaan orang-orang dirumahku.

Pada saat itu aku merasa berdosa, karena aku harus menurut kata nafsuku mengomentari Pramugari tersebut. aku teringat firman Allah yang menjelaskan bahwasanya ketika sedang lagi ada masalah kita kembali padaNYA namun ketika masalah itu hilang kita lipa diri. “Astagfirullah” ku lafadzkan seruan taubat berkali-kali. Malam sudah tiba. Kulihat keluar Nampak gelap sekali, tak bisa aku melihat apapun. Orang-orang sudah pada tidur. Teman yang disampingku juga pada tidur, dia menutup mukanya dengan sapu tangan. “mungkin dia lagi capek gak mau tuk diganggu” aku berfikir. Malam itu aku gak bisa tidur, gelisah sekali. Aku gak tahu gimana nanti setelah pesawat ini mendarat kembali di Doha ( Bandara di Qatar )? apa yang akan menimpaku nanti? Sampaikah aku ke Mesir? Pertanyaan it terus berputar dalam otakku. Sampailah aku pada sebuah jawaban yang mengilhamiku.

Aku teringat pesan Bapak Haji Mahmud sewaktu aku di kantor DPD. Beliau mengatakan bahwa kita semua pasti akan sukses dengan satu kunci “Takwa”. Kebetulan pada saat itu ada kumpulan para alumni Pondok Sidogiri yang sedang melaksanakan program kerja kedepan para alumni. Pesan itu terus tergambar dalam benakku, dan meyakinkan aku sampai ke Mesir. Tenanglah aku kembali. Akhirnya aku terlelap bersama heningnya malam.

Pas jam delapan pagi sampailah aku di Doha ( Bandara di Qatar ) aku berjalan mengikuti yang lain menuju ke dalam Bandara. Kulihat mereka semua sama-sama punya gandengan, maksudnya teman ngomong, hanya aku sendiri yang berjalan bertemanan dengan tanah yang ku injak langit yang menaungi, waktu itu aku menoleh kelangit seraya bertanya pada diriku sendiri “Ada apa ya di atas langit”. Ku terus masuk ke Bandara gak tau harus kemana, aku hanya mengikuti mereka yang tidak aku tunjuk untuk menunjukkan aku jalan. Pas didepan tangga aku melihat dua cewek yang pernah aku kenali dipesawat. Kulihat mereka lagi kebingungan mencari jalan tempat istirahat, tapi apalah pedulilku, aku juga lagi bingung pada saat itu, gak mungkinlah aku sok tahu memberi jasa nunjukkin dua cewek tersebut. walaaah malah cewek itu datang menghampiriku menanyai tempat istirahat, akupun bilang terus terang kalau aku juga lagi bingung. Tiba-tiba datang cewek setengah baya menghampiri kita semua, menunjukkan jalan tempat istirahat. Alhamdulillah aku bisa istirahat menunggu keberangkatanku kembali ke Mesir 5 jam lagi. Kulihat tempat duduk pada kosong tak terisi, hanya ada satu cewek gak tau dia dari mana, tapi yang jelas dia orang luar negri. Aku duduk disampingnya merebakan punggungku ketempat duduk.

Kulihat cewek itu menimang-nimang Paspor dan tiket yang warnanya sama dengan tiketku, tapi tiket dia udah di oret-oret, berbeda dengan tiketku yang masih bersih kosong dari oretan. Aku jadi bingung takut tiketku harus disamakan dengan tiket cewek tersebut. akhirnya aku menghampiri petugas di Bandara tersebut, aku bermaksud menanyakan seputar tiketku. Tapi apalah arti semua itu, aku gak ngerti bahasa mereka.

Akhirnya aku duduk lagi ketempat dudukku yang semula. Akupun memberanikan diriku untuk kenalan sama cewek tersebut. “inilah cikal bakal musibah kedua yang menimpaku” , siapa tau dia nanti mau memberikan jasanya membantu menghilangkan kebingunganku. Ternyata cewek itu orang Pilipina. Aku tahu dari paspornya karena pas aku mau memperkenalkan diri dia ngasih paspornya. Dia mengaku kerja di negari Arab entah dimana aku udah lupa. Dia mau pulang kenegaranya. Kulihat dia baik sekali, akhirnya aku keluarkan tiketku, aku ceritakan semua perjalananku. Dia Nampak iba, entah apa dia Cuma bersandiwara untuk mngelabuhiku. Akhirnya cewek itu mengajak aku makan. Aku senang sekali karena dia baik sekali padaku. Dia bilang kalau dia yang mau bayarin, tapi dia meminta tiketku untuk diperlihatkan kepetugas yang memberikan makanan. Kemudian cewek itu mendatangi petugas yang lain entah dia petugas apa aku gak tahu. Cewek itu meminta uang padaku sebanyak lima dolar, akupun memberikannya karena aku pandang dia lebih tahu kemaslahatanku pada saat itu. Pokoknya aku turuti semua yang dia katakan dengan bahasa yang tidak jelas karena antara kita saling tidak memahami bahasa satu sama yang lain, tapi pada saat itu kita menggunakan bahasa isyarah.

Kembalilahlah aku ketempat semula, duduk sambil sanda. Aku ambil HPku yang kebetulan pada saat itu ada ditempat dimana semua uangku ada disitu. Cewek itu melihatnya, tapi sedikitpun aku tidak punya rasa curiga. Akhirnya aku ambil haedsetku dengarin musik. Cewek itu memintaku dengarin musik bersama, akhirnya aku kasih salah satu alat pendengarnya ke dia, kita dengarin musik bersama.

“Astagfirullah” aku lantunkan kata itu kembali. Aku baru menyadari kalau aku lagi berduaan sama cewek yang bukan mahramku, kebetulan memang saat itu Bandara dibagian tempatku lagi sepi. Aku bertanya pada diriku sendiri “Apakah pada saat yang seperti ini aku boleh berduaan sama cewek dengarin music bersama”. Sungguh aku luluh didepan cewek tersebut aku seperti tersihir olehnya. Aku nurut semua apa yang dikatakannya. Sebenarnya aku sempat punya pikiran jelek padanya tapi semuanya aku tepis.

Berapa menit kemudian aku lihat cewek itu memegang saku celananya dan mengutak atik tasnya. Dia Nampak seperti kebingungan. Kulihat wajahnya memerah. Kulihat dia dengan mata meneliti. Akhirnya aku menanyakan dia:

Aku, hai ada apa?

Cewek, uangku hilang semua sambil menyodokan amplop tempat uangnya ditaruh. Gimana aku nanti pulang? Melanjutkan ngomongnya. Uangku semua sudah habis. Ini gimana?

Akhirnya aku menawarkan untuk mencarinya. Kucari uangnya bersamnya kelilinng bandara “Capek sekali rasanya”. Kembalilah aku ketempat duduk semula. Cewek it terus mengangis. Tak selang kemudian cewek itu meminta uang dolarku. Aku terkejut sekali atas permintaannya yang aneh itu. Dia terus merintih memaksaku agar memberikan uangku, akhirnya aku mengeluarkan uang dolarku sepuluh dolar, namun dia gak menerimanya, katanya sepuluh dolar gak cukup. “Terus kamu mau minta berapa” aku bertanya padanya. “Seratus Dolar” terperanjaklah aku dari tempat dudukku, terkejut dengan permintaannya aku, bergumam “Ni orang minta tapi kok narget”. Aku diam lama sekali dalam pertimbangan, apa cewek ini penipu atau benar-benar minta bantuan?.

Setengah jam kemudian ku berikan uangku seratus dolar dengan berat sekali sambil bergumam kembali “Ya Allah uang ini ku berikan dengan iklas padanya, kamu adalah saksinya, sukseskanlah aku dengan kebaikan ini untuk sampai ke Mesir” akhirnya cewek itu mengeluarkan perhiasan yang disimpannya, aku dikasih dua anting. Sebelumnya aku minta perhiasan itu seharga dolar yang kukasihkan, tapi dia gak mau memberikan, malah dia memberikan janji untuk mengganti uangku “nanti mau di trasferin” katanya bodoh sekali aku menerima tawarannya, mau ditransferin kemana?

Selang beberapa datang rombongan orang-orang beraut Arab ada satu duduk disampingku, seorang laki-laki baya. Umurnya sekitar enam puluhan, namun dia Nampak segar. Aku udah gak lagi canda ama cewek tadi karena aku sedikit kesal. Akhirnya aku kenalan ma orang itu, ternyata dia orang Mesir lagi perjalanan mau ke Mesir “Alhamdulillah” keluar reflek dari mulutku. Dia baik sekali. Akhirnya aku ceritakan kejadian yang menimpaku, kuberikan dua anting padanya, dia Nampak seperti ragu akan keaslian dua anting itu akhirnya dia menanyakan keteman2nya, dan ternyata dua anting itu palsu. Dari situ aku sadar bahwa aku telah ditipu. Akhirnya ku noleh ketempat duduk cewek itu dan ternyata dia sudah tiada. Aku masih melihatnya mau aku kejar tapi orang mesir itu gak member izin seraya berkata “Udah dik gak usah dikejar nanti kamu sendiri yang bahaya” fasih sekali orang Mesir itu berbahasa Indonesia. Akhirnya aku lihat tempat uangku yang lain ditasku. Ternyata lenyaplah semua uangku. “Astagfirullah mati aku”. Aku mengadu pada orang mesir tersebut. Alhamdulillah dia menyabar-nyabari aku. Dan akhirnya berangkatlah pesawatku ke Mesir.

Dan sampailah aku di Mesir dengan selamat, kulupakan semua kejadian yang menimpaku, karena kebahagiaan yang tak terhingga, yaitu sampai ke Negri Kinanah Mesir.

Selamat menuntut ilmu di Mesir.

Cerpen

1. DALAM PENANTIAN