Wednesday, June 2, 2010

Keterkaitan Al-Qur'an Dengan Disiplin Ilmu Lain

Keterkaitan Al-Qur'an Dengan Disiplin Ilmu Lain

Adalah anggapan yang keliru kalau firman Allah “Al-Qur’an dapat menyingkap segala sesuatu” dijadikan dalih untuk menafikan disiplin ilmu yang lain, seperti Hadis, bahasa, Fikih, Tafsir, Tauhid atau yang lain, karena al-Qur’an tersebut kandungannya terbentuk seperti kaidah-kaidah umum, ini tidaklah mengurangi kesakralan al-Quran, malah justru sebaliknya, artinya karena inilah akhirnya al-Qur’an tetap relevan sepanjang masa.

Di samping itu Rasulullah tidak hanya diperintah untuk menyampaikan saja, bahkan juga untuk menjelaskan kandungannya, penjelasan ini hanya dapat dilalui dengan dengan Sunnah Rasul. Maka untuk pertama kali bagi orang yang mau memahami al-Qur’an tidak boleh menafikan Sunnah Rasul, karena keduanya punya hubungan yang sangat erat antara menjelaskan dan memperinci, atau dengan bahasa lain saling menyempurnakan(Alaqah Takamul).

Rasulullah sebagai Mubayyin terhadap al-Qur’an pada saat itu tidaklah menjelaskan isi kandungan al-Qur’an secara keseluruhan, cukup hal-hal yang asing(Gharib) dikalangan para sahabat, seperti lafal “al-Dzulmu” yang diartikan dengan “syirik”, karena disamping al-Qur’an turun dengan bahasa mereka(orang Quraisy), mereka juga punya kecerdasan yang perlu diperhitungkan, kehidupan mereka pada saat itu juga tidak terlalu kompleks seperti sekarang.

Pada awal-awal masa sahabat juga tidak ada hal-hal yang memaksa mereka untuk menjelaskan kandungan al-Qur’an secara menyeluruh, karena kandungan isi al-Qur’an sudah ada dalam diri mereka masing-masing, disamping itu juga islam masih belum tersebar disetiap penjuru dunia, baru setelah terjadi penaklukkan besar-besaran dan orang-orang non muslim banyak yang memeluk islam, dari berbagai etnis, jenis akhirnya mereka terpaksa untuk menjelaskan al-Qur’an secara menyeluruh tanpa menafikan satupun dari ayat-ayat al-Qur’an. Tapi semua ini masih dari mulut kemulut. Apa yang dilakukan para Sahabat ini(Tabyinul Quran) dalam istilah dikenal dengan Ilmu Tafsir, karena itu untuk yang kedua kali bagi siapa saja yang ingin memahami al-Qur’an maka janganlah menafikan keberadaanTafsir. Baru dalam perkembangannya yaitu di masa Umayah Ilmu Tafsir dibukukan.

Al-Qur’an dengan Bahasa Arab tersebut juga tidaklah menjamin sepenuhnya mereka orang-orang Arab untuk memahami al-Quran secara benar. Diceratikan bahwa pada masa Umar Bin Khattab ada seseorang membaca firman Allah إن الله برئ من المشركين ورسوله dengan membaca kasrah lafal “ورسوله “, akhirnya berita itu sampai pada beliau, kemudian beliau membenarkan bahwa kalimat di atas bacaannya tidak seperti itu, artinya harus dibaca dhommah. Setelah itu Sy. Umar memerintahkan agar orang-orang yang mau membacakan al-Qur’an terlebih dahulu harus memahami bahasa. Maka dari itu untuk yang ketiga kalinya penulis katakana bahwa orang yang ingin memahami al-qur’an dengan benar jangan sampai menafikan keberadaan bahasa, yang dalam hal ini mencakup Ilmu Nahwu, Sharraf, Balaghah DLL.

Sebagaimana yang telah penulis jelaskan di atas bahwa pada masa-masa penaklukkan banyak sekali orang-orang non muslim yang memeluk Islam dari berbagai etnis dan jenis, dari Jazirah Arab atau non Arab. Di antara mereka banyak yang dari kalangan pendeta, banyak juga yang tidak sepenuhnya ingin memeluk Islam bahkan untuk menabur keraguan dikalangan Umat Islam sendiri, ini terbukti mereka banyak memasukkan riwayat-riwayat Isra’ilyat terhadap al-Qur’an yang sebagiannya dapat merusak akidah Umat Islam sendiri, di samping itu Umat Islam juga berada ditengah-tengah Umat yang lain, karena biar Islam menguasai satu Negara, Islam tidaklah memaksa penduduk Negara tersebut untuk memeluk Agama Islam. Islam juga menjamin keamanan mereka. Karena itu akhirnya banyak terjadi pergulatan antar tokoh Islam dengan non muslim, terutama dalam hal Akidah. Hal ini memaksa mereka para cendikiawan Muslim untuk meletakkan fan baru yang sekarang dikenal dengan istilah Ilmu Tauhid, apalagi setelah kubu Islam terdapat perpecahan yang juga sampai pada hal yang terkait dengan Akidah.

Sebagai kesimpulan penulis mau menyebutkan sebagian ungkapan para ulama bahwa disiplin ilmu seperti Fikih, Tauhid, Nahwu DLL, sangat membantu untuk memahami al-Qur’an, apalagi untuk orang-orang sekarang. Artinya bila kita ingin tahu hukum-hukum yang terkandung dalam ayat al-Qur’an maka, Fikih adalah sebagai pengantar kita kesana, bila kita ingin mengetahu Akidah yang terkandung dalam al-Qur’an maka, Ilmu Tauhid adalah sebagai pengantar, dan seterusnya. Jadi antara antara al-Qur’an dengan disiplin ilmu-ilmu di atas ada keterkaitan yang tidak jauh beda antara keterkaitan Sunnah dengan al-Qur’an, kalau dalam bahasa Ilmu Mantiq “Nisbat disiplin ilmu-ilmu di atas dengan al-Qur’an adalah “Tawafuq””. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

by. Shanhaji

No comments:

Post a Comment